Urang Gayo mempunyai adat-istiadat yang khas. Kental dengan
nuansa Islami. Berbagai ungkapan, tersurat dalam pepatah-pepatah bijak
dengan makna yang dalam dan banyak ditemukan dalam kebudayaan Gayo.
Salah satunya adalah ungkapan: Asal Linge Awal Serule, petuah
bijak yang menyiratkan jati diri. Ungkapan tersebut berarti kalau Urong
Gayo berasal dari Linge dan berawal dari Selure. Ungkapan Asal Linge Awal Selure juga adalah sebuah semboyan. Dalam kesenian Saman di setiap pembukaannya selalu menyebutkanAsal Linge Awal Selure. Ini dimaksudkan sebagai sebuah indentitas diri Urang Gayo.
Kerajaan Linge pada masa kejayaannya, adalah pusat peradaban Gayo.
Bahkan salah satu putra kerajaan Linge telah memberikan konstribusi
besar terhadap berkembangnya kerajaan Aceh yang dulu kedaulatannya
sampai ke Negeri Johor Malaysia.
Murip I kanung edet, mate I kanung bumi, (Hidup di kandung
adat mati dikandung bumi) adalah ungkapan yang menggambarkan penataan
kehidupan bermasyarakat Gayo. Kalimat ini bermakna betapa urang gayo
sangat menghargai adat dalam kehidupannya. Murip I kanung edet, mate I kanung bumi, berarti segala hal perbuatan dalam masyarakat harus sesuai dengan adat dan sesuatu yang mutlak dan tidak boleh dilanggar.
Keterikatan antara adat Gayo dengan Islam tercermin dalam ungkapan edettullah, hukummullah. Dalam adat Gayo salah satu pungsi adat adalah untuk menjaga syariat Islam. Ini sesuai dengan ungkapan edet mumegeri hokum (Adat yang memagari hukum), yang berarti adatlah yang menjaga hukum (syariat).
Contoh eratnya keterkaitan adat dengan Syariat Islam adalah ketentuan larangan perkawinan satu belah atau
dalam satu kelompok, dalam masyarakat Gayo. Belah dalam masyarakat Gayo
antara lain Bukit, Gunung, Lot dan Suku. Dalam hukum adat Gayo,
dilarang melakukan perkawinan antara orang yang berasal dari belah yang
sama, umpamanya sama-sama belah Bukit. Ketentuan ini di maksudkan agar
tidak terjadi pelanggaran yang menjurus kepada perzinahan. Dengan adanya
larangan tersebut, akan timbul anggapan bahwa orang yang berada dalam
satu belah itu merupakan muhrim dan harus saling menjaga.
Masih banyak ungkapan dalam adat Gayo seperti Munyuket enti rancung, munimang enti mangik (kalau menakar jangan lebih, menimbang jangan kurang). Pelolo bedame, luke besalin, kemung berpenumpu (Berkelahi berdamai, luka berobat, dan dipertanggujawabkan). Sikul I kucaken, I amat mutubuh I pangan murasa.Simumbuntul enti itamuni, silemah entu ikuruki. (Yang besar dikecilkan, dipegang berbadan, dimakan punya rasa, yang berbukit jangan ditambuni, yang lemah jangan disakiti).
Kebudayaan Gayo timbul sejak orang Gayo bermukim di wilayah ini dan
mulai berkembang sejak kerajaan Linge Pertama abad ke X M, atau abad ke
IV H. Meliputi aspek kekerabatan, komunikasi sosial, pemerintahan,
pertanian kesenian dan lain–lain.
Adat Urang Gayo menganut Prinsip Keramat Mupakat, Behu Berdedale yang punya makna kemulian didapat kerana mufakat dan berani sama-sama. Ungkapan lainTirus lagu gelas belut lagu umut rempak lagu resi susun lagu belo yang punya arti kuatnya persatuan orang gayo yang tidak mudah dicerai berai.
Nyawa sara pelok ratep sara anguk punya arti tekad yang
melahirkan kesatuan sikap dan perbuatan. Selain itu banyak lagi terdapat
kata – kata pelambang yang mengandung kebersamaan dan kekeluargaan
serta keterpaduan. Berbagai ungkapan tersebut menggambarkan tentang
Pemerintah dan ulama saling harga menghargai serta menunjak pelaksanaan
agama dalam adat Urang Gayo.
Di dalam sistem nilai budaya Gayo telah merumuskan prinsip–prinsip adat yang disebut kemalun ni edet.
Prinsip ini menyangkut “harga diri” (malu) yang harus dijaga,
diamalkan, dan dipertahankan oleh kelompok kerabat tertentu, kelompok
satu rumah (sara umah), klen (belah), dan kelompok yang lebih besar
lagi.
Prinsip adat meliputi empat hal berikut ini. Pertama, Denie – terpancang adalah harga diri yang menyangkut hak – hak atas wilayah. Kedua, Nahma teraku adalah harga diri yang menyangkut kedudukan yang sah. Ketiga, Bela mutan ialah harga diri yang terusik karena ada anggota kelompoknya yang disakiti atau dibunuh. Keempat adalah Malu tertawan yang merupakan harga diri yang terusik karena kaum wanita dari anggota kelompoknya diganggu atau difitnah pihak lain.
Didalam sistem adat Gayo ada tahapan adat yaitu, mukemel (harga diri
), tertip (tertib), setie (setia), semayang Gemasih (kasih sayang),
mutentu (kerja keras), amanah (amanah), genap mupakat (musyawarah),
alang tulung (tolong menolong), bersikemelen (kompetitif)
Tahapan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut. Sistem nilai
budaya Gayo terbagi menjadi nilai “utama” yang disebut “harga diri” (mukemel).
untuk mencapai harga diri itu, seorang harus mengamalkan atau mengacu
pada sejumlah nilai lain, yang disebut nilai “penunjang”. Nilai – nilai
penunjang itu adalah: “tertib”, “setia”, “kasih sayang”, “kerja keras”, “amanah”, “musyawarah”, “tolong- menolong”.
Selasa, 17 November 2015
Adat Gayo Bernuansa Islami
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar